Teater telah jadi bagian tak terpisahkan aktivitas anak muda di
Indonesia beberapa tahun terakhir. Di Yogyakarta pun demikian.Ratusan
kelompok teater berkembang dan mapan di sana, mewadahi perkembangan
kreativitas pelakunya. Lalu bagaimana jika pelakunya para remaja belasan
tahun?
Aktivitas berteater para remaja di Yogyakarta bisa dijumpai di berbagai sekolah menengah atas. Hal itu menunjukkan peningkatan minat berteater para remaja pada setiap tahunnya.
Kesadaran mengikuti teater didasari berbagai hal. Subkhi (16), anggota Teater Pring MA Sunan Pandanaran, misalnya, yang aktif teater karena ingin jadi aktor. "Ini dorongan jiwa. Selain itu, untuk modal awal jadi aktor terkenal seperti Tora Sudiro. Dalam teater diajarkan cara berakting yang baik dan benar," kata salah seorang ikon Teater Pring tersebut.
Kegiatan teater remaja tak hanya berlatih akting semata, tetapi juga belajar bagaimana cara mengembangkan karakter.
Selain itu, berteater juga melatih serta menguatkan mental individu sehingga tak canggung dan malu-malu ketika tampil pentas. Hal itu dibenarkan Dike (16), yang baru tiga bulan bergabung dengan Sanggar Metamorfosis.
"Setelah ikut teater, mentalku terasah dan bisa mengekspresikan apa yang tak bisa dilakukan di luar teater. Intinya, aku jadi lebih bebas berekspresi," kata Dike. Ia mengaku, sebelum ikut teater termasuk gadis pemalu di sekolahnya.
Melalui teater, para remaja dapat memupuk loyalitas dan totalitas terhadap komunitas sejak dini. Setidaknya, dalam seminggu, mereka harus berkumpul dan latihan bersama. "Teater Pring kumpul setiap Minggu sore karena hari itu rata-rata anggotanya libur," kata pembina Teater Pring lulusan ISI Yogyakarta, Catra.
Wadah apresiasi
Pada saat berteater, hal paling ditunggu-tunggu adalah pementasan. Setiap kelompok teater remaja, setiap tahunnya rata-rata melakukan 3-5 kali pementasan. Biasanya pementasan dilakukan untuk memeriahkan acara-acara yang diadakan di sekolah atau partisipasi pada Festival Teater Remaja, seperti yang biasa diadakan ISI Yogyakarta pada bulan Juni.
Kenyataannya tak mudah menciptakan pementasan yang apik dan mengesankan. Butuh keseriusan dan latihan keras. Kendala-kendala yang sulit pun harus diatasi sebaik mungkin, misalnya dana dan waktu.
Satu kali pementasan setidaknya butuh anggaran Rp 100.000 hingga Rp 200.000. Paling besar berkisar Rp 500.000 hingga di atas Rp 1.000.000.
Uang itu digunakan untuk membeli peralatan, properti, dan konsumsi para pemain dan kru. Menurut Omad (17), dana yang mereka peroleh sebagian besar berasal dari sekolah. "Kami pakai untuk membeli properti vital seperti body painting dan properti pelengkap lainnya," tuturnya.
Mendekati pentas, para pemain dan kru yang terlibat harus lebih banyak meluangkan waktu. "Banyak kendala yang kami rasakan. Ketidakhadiran pemain saat latihan salah satunya. Jujur, hal itulah yang sangat menghambat aktivitas kami," kata Anisa dari Sanggar Metamorfosis.
Meskipun ada kendala, para pegiat teater remaja itu sepakat, melalui teater, mereka menemukan wadah mengasah bakat dan kreativitas. Teater merupakan wadah apresiasi remaja dalam berkreasi, yang bermanfaat pada perkembangan kecerdasan pola pikir, intelektual,
imajinasi, dan hal positif lain.
"Dengan berteater, kami bisa menggali bakat terpendam, seperti bakat akting, olah tubuh atau menari, bernyanyi, dan lain sebagainya," kata Tika dari D muterz (baca: dekorasi, mural, teater), yang juga siswi kelas X MAN 3 Yogyakarta. Tika yang jago berakting itu mengambil banyak manfaat, yang ia yakini berguna pada kemudian hari.
Walaupun banyak kendala menghadang dalam berteater, hasil yang didapat para pelaku teater remaja itu akan sepadan dengan usaha kerasnya. Mereka akan punya pengalaman dan kecakapan, ilmu pengetahuan, dan punya banyak relasi. Itu semua adalah modal yang
dibutuhkan di zaman yang progresif dan menuntut aktualisasi diri ini.
ZUHDI UBAIDILLAH (Madrasah Aliyah Pandanaran, Yogyakarta)
A PURNAMASARI (SMA Marsudi Luhur Yogyakarta)
Aktivitas berteater para remaja di Yogyakarta bisa dijumpai di berbagai sekolah menengah atas. Hal itu menunjukkan peningkatan minat berteater para remaja pada setiap tahunnya.
Kesadaran mengikuti teater didasari berbagai hal. Subkhi (16), anggota Teater Pring MA Sunan Pandanaran, misalnya, yang aktif teater karena ingin jadi aktor. "Ini dorongan jiwa. Selain itu, untuk modal awal jadi aktor terkenal seperti Tora Sudiro. Dalam teater diajarkan cara berakting yang baik dan benar," kata salah seorang ikon Teater Pring tersebut.
Kegiatan teater remaja tak hanya berlatih akting semata, tetapi juga belajar bagaimana cara mengembangkan karakter.
Selain itu, berteater juga melatih serta menguatkan mental individu sehingga tak canggung dan malu-malu ketika tampil pentas. Hal itu dibenarkan Dike (16), yang baru tiga bulan bergabung dengan Sanggar Metamorfosis.
"Setelah ikut teater, mentalku terasah dan bisa mengekspresikan apa yang tak bisa dilakukan di luar teater. Intinya, aku jadi lebih bebas berekspresi," kata Dike. Ia mengaku, sebelum ikut teater termasuk gadis pemalu di sekolahnya.
Melalui teater, para remaja dapat memupuk loyalitas dan totalitas terhadap komunitas sejak dini. Setidaknya, dalam seminggu, mereka harus berkumpul dan latihan bersama. "Teater Pring kumpul setiap Minggu sore karena hari itu rata-rata anggotanya libur," kata pembina Teater Pring lulusan ISI Yogyakarta, Catra.
Wadah apresiasi
Pada saat berteater, hal paling ditunggu-tunggu adalah pementasan. Setiap kelompok teater remaja, setiap tahunnya rata-rata melakukan 3-5 kali pementasan. Biasanya pementasan dilakukan untuk memeriahkan acara-acara yang diadakan di sekolah atau partisipasi pada Festival Teater Remaja, seperti yang biasa diadakan ISI Yogyakarta pada bulan Juni.
Kenyataannya tak mudah menciptakan pementasan yang apik dan mengesankan. Butuh keseriusan dan latihan keras. Kendala-kendala yang sulit pun harus diatasi sebaik mungkin, misalnya dana dan waktu.
Satu kali pementasan setidaknya butuh anggaran Rp 100.000 hingga Rp 200.000. Paling besar berkisar Rp 500.000 hingga di atas Rp 1.000.000.
Uang itu digunakan untuk membeli peralatan, properti, dan konsumsi para pemain dan kru. Menurut Omad (17), dana yang mereka peroleh sebagian besar berasal dari sekolah. "Kami pakai untuk membeli properti vital seperti body painting dan properti pelengkap lainnya," tuturnya.
Mendekati pentas, para pemain dan kru yang terlibat harus lebih banyak meluangkan waktu. "Banyak kendala yang kami rasakan. Ketidakhadiran pemain saat latihan salah satunya. Jujur, hal itulah yang sangat menghambat aktivitas kami," kata Anisa dari Sanggar Metamorfosis.
Meskipun ada kendala, para pegiat teater remaja itu sepakat, melalui teater, mereka menemukan wadah mengasah bakat dan kreativitas. Teater merupakan wadah apresiasi remaja dalam berkreasi, yang bermanfaat pada perkembangan kecerdasan pola pikir, intelektual,
imajinasi, dan hal positif lain.
"Dengan berteater, kami bisa menggali bakat terpendam, seperti bakat akting, olah tubuh atau menari, bernyanyi, dan lain sebagainya," kata Tika dari D muterz (baca: dekorasi, mural, teater), yang juga siswi kelas X MAN 3 Yogyakarta. Tika yang jago berakting itu mengambil banyak manfaat, yang ia yakini berguna pada kemudian hari.
Walaupun banyak kendala menghadang dalam berteater, hasil yang didapat para pelaku teater remaja itu akan sepadan dengan usaha kerasnya. Mereka akan punya pengalaman dan kecakapan, ilmu pengetahuan, dan punya banyak relasi. Itu semua adalah modal yang
dibutuhkan di zaman yang progresif dan menuntut aktualisasi diri ini.
ZUHDI UBAIDILLAH (Madrasah Aliyah Pandanaran, Yogyakarta)
A PURNAMASARI (SMA Marsudi Luhur Yogyakarta)
0 komentar:
Posting Komentar