Suara Santun Kaum Urakan

Grunge (kadang-kadang disebut juga Seattle sound) adalah sebuah sub genre dari rock alternatif yang muncul pada pertengahan 1980-an di negara Amerika Washington, khususnya di wilayah Seattle. Terinspirasi oleh punk rock, heavy metal dan indie rock, grunge umumnya dikenali melalui suara distorsi gitar yang berat dan lirik melankonis atau apatistik.
Gerakan awal grunge mulai terlihat pada akhir tahun 1980-an di sekitar Seattle melalui label independen Sub Pop. Grunge menjadi sukses secara komersial pada paruh pertama tahun 1990-an, terutama karena dirilisnya Nevermind oleh Nirvana dan Ten oleh Pearl Jam. Keberhasilan band-band ini meningkatkan popularitas rock alternatif dan membuat grunge menjadi bentuk musik yang paling populer pada waktu itu. Namun, banyak band grunge tidak nyaman dengan popularitas. Meskipun banyak band grunge yang bubar atau menghilang dari pada akhir 1990-an, pengaruh mereka terus memiliki dampak bagi perkembangan musik rock modern selanjutnya.

Selain dikenal sebagai musisi yang berpenampilan lusuh, orang melupakan bahwa sisi lain seorang Grungy (sebutan untuk anak grunge), adalah seorang yang pemalu, identik kacamata tebal, dan tentunya seorang kutu buku. Sisi inilah yang di Indonesia jarang disentuh ke permukaan, sehingga orang mengenal grunge hanya dari sisi luarnya saja.

Sangat menyenangkan ada karya buku yang coba mendokumentasikan komunitas musik di tanah air. Kali ini yang dibahas adalah [komunitas] musik grunge. Sang penulis itu adalah YY, pentolan dari grup band Klepto Opera dan Ballerina’s Killer. Komunitas grunge di negeri ini memang kalah besar dan kurang mengkilap dibandingkan dengan komunitas punk, hardcore, metal, atau bahkan indie-pop sekalipun. Namun selalu menarik untuk menyimak sepak terjang mereka di tengah arus musik independen yang cukup kompetitif. Ironisnya, scene grunge di Indonesia masih jauh di level mapan dibandingkan dengan genre lainnya.
Terlepas dari baik-buruknya suatu komunitas, dokumentasi tulisan seperti ini sangatlah penting dan bermanfaat. Karya ini bakal lebih keren lagi kalau dikasih semacam album soundtrack atau sampler dari band-band grunge lokal. Karena memang sebenarnya tidak ada pecundang di dalam motivasi belajar dan proses mengapresiasi…
Akan ada obrolan ringan menjelang petang dan ngopi bersama, bincang-bincang mengenai perkembangan musik dan komunitas grunge yang muncul di awal 90an hingga sekarang, bersama pelaku-pelaku/ musisi grunge di Surabaya pada khususnya.

Pada 17 September 1967, Jim Morrison (almarhum), vokalis The Doors, meneriakkan “higher!” ketika membawakan hits mereka yang berjudul “Light My Fire” dalam acara musik di televisi nasional Amerika Serikat bertajuk The Ed Sullivan Show. Itu, tentu saja, sangat terlarang!
Akibat ulah Jim Morrison, Ed Sullivan selaku pemilik acara membatalkan 6 jadual siaran selanjutnya. Rupanya dia benar-benar dibuat naik darah!
Dan hingga hari ini, Ray Manzarek sang kibordis tak pernah benar-benar jelas menerangkan kenapa Jim Morrison meneriakkan “higher!”, bukannya “better!” seperti yang sudah mereka sepakati dengan produser eksekutif acara tersebut. Apakah dia memang sejak awal berniat membangkang? Atau, sederhana saja, dia begitu gugup sehingga melupakan kesepakatan mereka sebelumnya?
Terpisah 14.500 kilometer dan 45 tahun kemudian, Amar, vokalis Besok Bubar, meneriakkan “bangsat!” ketika membawakan lagunya yang berjudul “Cuci Otak” dalam acara musik di televisi nasional Indonesia bertajuk RadioShow TVOne. Itu, tentu saja, sangat mengejutkan!
Penampilan Besok Bubar, yang malam itu ditemani oleh rekan grunge seperjalanan mereka, Cupumanik, seolah menjadi muara dari ribut-ribut tentang kelangsungan hidup RadioShow TVOne.
Malam sebelumnya, ramai gugatan untuk memberangus siaran RadioShow TVOne yang dituding sebagai acara yang tidak memiliki konsep jelas. Sangat tidak pantas ditayangkan di televisi nasional!
Karni Ilyas, selaku Direktur Pemberitaan TVOne, setelah menimbang berbagai opini, melalui akun twitter-nya bicara seperti ini: “Setelah membaca pro-kontra RadioShow; dengan segala maaf, saya setuju suara generasi muda. RadioShow akan jalan terus.”
Tentu saja keputusan itu tidak ada hubungannya dengan selera musik beliau. Satu-satunya pertimbangan adalah audiens. Untuk apa menghentikan siaran sebuah live show yang nyata-nyata mulai menyedot banyak audiens, yang rela datang tanpa dibayar sepeser pun oleh produser?
Usulan untuk membunuh acara musik unik yang tengah naik daun, yang konsep dan eksekusinya berseberangan dengan nyaris semua acara musik serupa di seluruh televisi nasional, adalah ide yang bodoh, jika tidak mau dibilang gila.
RadioShow TVOne adalah kotak Pandora yang sudah terbuka. Semua kejahatan didalamnya sudah terbang keluar, menclok ke sekian banyak saluran televisi nasional yang tak pernah puas menyajikan pertunjukan musik tipuan. Kini yang tersisa di dalam kotak Pandora yang sudah terbuka itu hanya satu hal saja: harapan.
Harapan bagi kaum urakan untuk menyuarakan isi kepalanya. Harapan bagi musisi santun untuk menuangkan karya-karya jujurnya.
Ya, Besok Bubar, Cupumanik, grunge, dan segala macam aliran musik yang meledak bersama RadioShow TVOne adalah suara santun kaum urakan. Suara dari kelompok yang disingkirkan. Bukan suara sopan dari kaum yang kurang ajar. Suara mayoritas yang seragam dalam tipu daya. Dalam kebohongan.
Dimana bedanya? Tanya Sudjiwo Tedjo saja!


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More