Seni Keramik

Seni keramik di Indonesia mulai bangkit setelah sekian lama termarjinalkan. Seni keramik masih di anggap sebagai bagian dari kriya (craft), bukan termasuk dalam ranah seni rupa kontemporer Indonesia.
Dikotomi seni keramik sebagai bagian dari kriya atau seni rupa kontemporer ini, menurut perupa Asmudjo Jono Irianto, terlihat dari sistem pengategorian pendidikan tinggi seni rupa di Indonesia. Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dan Institut Kesenian Jakarta, misalnya, menempatkan minat utama keramik di bawah jurusan kriya. Sementara di Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung minat keramik ditempatkan di bawah program studi seni rupa (dulu seni murni) dan program studi kriya. 

”Dikotomi itu terjadi merunut jejak sejarah keramik di dunia Barat,” kata Asmudjo, kurator pada ”Pameran Seni Keramik Kontemporer Indonesia: Progress Report” di Museum Seni Rupa dan Keramik, Jakarta Pusat. Pameran yang diselenggarakan pada 19 Mei - 3 Juni ini merupakan rangkaian kegiatan Hari Museum Dunia 2012. 

Marjinalisasi seni keramik, kata Asmudjo, sebenarnya juga tak lepas dari konstruksi identitas yang ingin di bentuk perupanya. Pekeramik lulusan jurusan kriya lebih suka menyebut hasil karya mereka sebagai seni kriya yang mengacu pada hiasan dan fungsi dari karya yang dihasilkan. Padahal, sebenarnya karya mereka merupakan ekspresi personal pembuatnya. 

Dalam pameran tersebut, ditampilkan 31 pekeramik dari berbagai latar belakang, mulai dari lulusan pendidikan tinggi seni rupa, lulusan kursus keramik, hingga mereka yang memiliki studio keramik.
Di Jakarta, sosok legendaris dunia keramik adalah Liem Keng Sien. Seniman keramik ini sejak tahun 1980-an telah membuka kursus keramik. Anak didiknya sekarang mampu bertahan sebagai seniman keramik. Karya - karya yang ditampilkan para seniman keramik jebolan kursus ini, di tilik dari gagasannya, tidak kalah dengan para seniman lulusan pendidikan seni.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More