Guns "N" Roses Jakarta 15 Dec 2012

Konser Perdana Guns N Roses di Indonesia

Soundrenaline

Festival Musik Rock yang tak pernah mati

Rockotor Fest 2013

Pesta akbar kaum Grunge Indonesia...Grunge Strikes Back!!!

One Direction

One Direction akan konser di Indonesia 2013?

West End Teater London

Teater legendaris dari London ini merilis top 10 jadwal pertunjukan mereka.

Pablo Picasso

Lukisan terbesar karya Pablo Picasso akan dipamerankan di Perancis

Adam Lambert

Bagaimana kontroversi kehidupan pribadi pemenang kedua American Idol Season 2009 ini?

NOAH

Kontroversi nama baru grup band Ariel, Uki, Lukman, Reza, dan David

Lagi...MUSE

MUSE didaulat untuk mengusung lagu mereka menjadi salah satu theme song Olimpiade London 2012

Teater IB Padang tampil memukau

Geliat Teater di zaman digital ditunjukkan oleh pemuda - pemuda dari Teater Imam Bonjol Padang

Elton John 2012

Setelah sempat diundur, Elton John dipastikan menyapa penggemarnya di Indonesia pada bulan November 2012

Aelita Andre

Bagaimana bisa lukisan abstrak bocah cilik ini bisa diterima di dunia?

Grunge

Bagaimana pandangan global terhadap suara GRUNGE, suara santun kaum urakan?

Lady Gaga dan Problematika Kultur

ADA beberapa hal, yang menarik untuk dicermati dengan “hadirnya” Lady Gaga di Indonesia, yaitu: pertama, bahwa Indonesia telah masuk dalam garis internasional untuk mempopulerkan musik, baik dalam kebutuhan promosi musisi lokal yang go international, atau pun menerima kedatangan promosi musik dari luar. Tentunya, hal ini akan semakin memperluas jaringan kerja musisi di Indonesia, memajukan industri musik, termasuk di dalamnya adalah terdapat kepentingan diplomasi antarnegara. Hal kedua, akan selalu terdapat perbedaan dalam kemasan musik dan performance dari setiap musisi dan artis, yang sebetulnya memberikan celah bagi musisi lain, untuk dapat memberikan tampilan berbeda, sehingga tidak saja persoalan kualitas, kreativitas, tentu saja akan terkait dengan hal ekonomisasi dalam bidang musik. Perkara ekonomi, walaupun bukan elemen utama dalam berkarya dan mencipta musik, tidak dapat terpisahkan. Popularitas seseorang tentunya akan memberikan kesempatan bagi orang lain, untuk dapat dijadikan sebagai tolok ukur atas kualitas musik, secara terseleksi para penggemar akan terbentuk dengan sendirinya. Kepentingan industri musik, memang tidak dapat dipisahkan dari sistem-sistem yang sudah mapan dan berjalan, sehingga ketika terjadinya suatu benturan, merupakan hal yang wajar, selama benturan ini tidak bersifat pemaksaan. Sistem budaya Indonesia, bahkan pada setiap daerah, adat istiadat, agama dan kepercayaan, ataupun suatu negara lain, ketika bertemu pada satu lokasi, tidak dapat dipungkiri akan terjadi “perdebatan”. Menjaga eksistensi dan idealisme bagi seorang musisi, terkadang harus dikompromikan dengan sistem-sistem yang sebetulnya bukan memaksa untuk memperbarui, tetapi bagaimana antara sistem ini dengan idealisme musisi dapat bersinergi dengan baik.

Hal ketiga, persoalan moral dan etika, tidak dapat dengan sendirinya dipengaruhi oleh satu faktor saja, melainkan terdiri dari berbagai macam persoalan, setidaknya termasuk di dalamnya adalah budaya, latar belakang pendidikan dan kepentingan, gejala sosial dan politik tertentu, bahkan terkait pula dengan kepentingan ekonomi. Lady Gaga, bukanlah satu-satunya “sumber” kerusuhan moral dan etika, jika nantinya dilihat sebagai dampak atas terjadinya komplikasi pada persoalan sosial, budaya, dan agama di wilayah Indonesia. Penampilan seronok ala Lady Gaga, adalah salah satu dari sekian banyak sumber persoalan yang muncul pada komunitas sosial masyarakat, dan tidak dapat dikatakan sebagai bahan tambahan untuk memperparah. Tentu tidaklah patut, jika kemudian keseronokan ala Lady Gaga, dipertautkan dengan seronoknya tampilan beberapa musisi Indonesia. Latar belakang pembentuk gaya masing-masing musisi, memiliki sumber referensi yang berbeda. Jika memang suatu sistem (baik itu budaya, kode etik sosial, dan agama) memandang Lady Gaga memiliki keseronokan yang luar biasa, seharusnya sistem ini berkerja secara menyeluruh dalam melakukan penyaringan dan sensor terhadap musisi-musisi lainnya. Terlepas keberpihakan atau tidak media massa di dalam proses sensor ini, masyarakat harus kritis dan pintar dalam mengendalikan setiap hiburan yang disajikan oleh media. Termasuk untuk mengkritisi tayangan-tayangan yang mengarah dan berkaitan pada dampak sosial, moral, serta etika.

Kepanikan-kepanikan yang dibicarakan oleh Yasraf Amir Piliang pada pengantar Dunia yang Berlari: Mencari Tuhan-tuhan Digital, merupakan realita yang terjadi pada masyarakat sosial di Indonesia. Misalnya, kepanikan konsumsi, ketika perilaku mengkonsumsi ini berlaku secara berlebihan dan tidak diketahui fungsinya. Atau panik tontonan, ketika manusia mempertontonkan apa saja tanpa ada spiritnya. Demikian juga, ketika terjadi kepanikan seksualitas yang mengekspos setiap bagian tubuh yang tidak diiringi oleh makna-makna. Kepentingan media dan kelompok masyarakat tertentu atas tubuh Lady Gaga, adalah bagian dari kepanikan dari sekian banyak kepanikan yang terjadi dalam masyarakat. Tubuh Lady Gaga merupakan penanda atas terjadinya beberapa reaksi dan gejolak sosial pada masyarakat Indonesia. Kekhawatiran pada dampak yang diakibatkan karena popularitas tubuh Lady Gaga terlalu berlebihan. Justru, hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kemampuan masyarakat untuk mengatur dan mengelola perilaku mengkonsumsi secara tepat. Tidak terkecuali atas pilihan-pilihan yang disajikan baik oleh media penyedia jasa hiburan, media massa, atau pun kelompok-kelompok lain yang berujung pada benturan budaya lokal. Spirit tontonan dan perilaku menonton dengan benar adalah persoalan yang tidak dengan sendirinya terbentuk, tanpa adanya motivasi, melainkan saling berhubungan dengan kemapanan budaya, atau bahkan kemapanan dalam hal moral dan etika penonton itu sendiri.

Tidak dapat juga disalahkan, ketika ada arus keras yang menentang kedatangan Lady Gaga di Indonesia, apalagi saat dipertautkan dengan satu sistem yang memiliki landasan pikir tertentu, dan bertolak belakang dengan gaya tampilan Lady Gaga. Demikian pula sebaliknya, bahwa sistem ini tidak dapat memaksa orang lain untuk mengikuti pola pikirnya. Ketika kedua landasan pikir berbeda dan tetap bertahan pada idealisme masing-masing, maka jalan sebaiknya yang ditempuh bukan pada tawar menawar idealisme. Karena pada saat terjadi musyawarah untuk mencapai mufakat pada idealisme, yang terjadi adalah saling memaksakan kepentingan.

Kerumitan sosial yang muncul tentang Lady Gaga adalah ketika terjadinya usaha penyensoran oleh beberapa kelompok, dengan dasar keyakinan tertentu. Seperti dibahas oleh Marshall A. Clark untuk pengantar dalam Budaya Populer sebagai Komunikasi: Dinamika Popscape dan Mediascape di Indonesia Kontemporer, bahwa usaha penyensoran tontonan di Indonesia (tidak terkecuali gaya Lady Gaga) lebih kuat dorongannya yang bersumber dari kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Disebutkan oleh Clark, kebebasan berekspresi tidak akan mampu diselamatkan oleh pasar, karena ditakutkan mengundang kelompok religius radikal untuk mengamuk, dan berdampak pada sisi ekonomi. Digambarkan, tidak akan ada perusahaan sinema (hiburan) yang mau mengambil reksiko diamuk massa akibat penampilan seorang artis atau pun musisi tertentu, tidak terkecuali Lady Gaga. Jelas sekali, bahwa kelompok-kelompok penekan ditingkat lokal (memanfaatkan sentimen keagamaan) terlihat jauh lebih kuat daripada aparat dan lembaga resmi negara, termasuk mementahkan peran Undang-Undang tentang Pornografi. Sepertinya, tarik ulur dan penyensoran konser Lady Gaga di Indonesia, lebih cenderung pada politisasi kepentingan kelompok-kelompok. Seharusnya, usaha penyensoran ini berlaku pada penampilan-penampilan musisi lain, termasuk menyeluruh pada setiap bagian (isi dan makna) yang disajikan pada masyarakat. 


Masih adakah tempat untuk puisi?

JUDUL tulisan ini terdengar sangat pesimistis, apa memang demikian keadaan zaman (modern) sekarang?

Mario Vargas Llosa dalam essai “Matinya Para Penulis Besar” merujuk buku yang baru-baru ini terbit berjudul Ia Mort du grand ecrivain karangan Henri Raczymow yang pada intinya menyatakan ditengah demokrasi liberal dan pasar bebas kita nyaris tidak mungkin lagi mengharapkan kemunculan “para penulis besar” sebagaimana yang pernah dipresentasikan oleh figure seperti Voltaire, Zola, Gide, dan Sarte. (Jurnal Sajak, Vol. II, 2011).

Inti essai Vargas Ilosa adalah budaya yang kini didominasi oleh kapitalisme pasar telah mendangkalkan ruang suci dan alternatif (dimana dulu sastra memeliki tempat dan otoritasnya) kini mengalami pendangkalan sampai pada degradasi paling dasar; keadaan sosiologis yang nyaris mustahil memberi kesempatan untuk tumbuh lahirnyanya “pengarang-pengarang besar” yang memiliki pancaran prestise dan otoritas kepengarangan yang melampaui lingkaran pembacanya; soal-soal dalam daya kreatif dan artistiknya yang dapat membut si pengarang menjadi penjelmaan publik, sebuah arketip yang ide-idenya, pendapat dan cara hidupnya, gesturnya, obsesi-obsesinya menjadi tauladan bagi masyarakat. Sebagaimana di masyarakat kita pernah hidup—dengan kehormatan dan prestise--binatang jalang-- Charil Anwar; begitu juga dengan TS. Elliot, Albert Camus, Kafka, atau Octavio Paz dalam zamannya adalah pribadi-pribadi pengarang yang masih menempati wilayah suci, memandarkan aura magis dan memainkan peran bak agama. Lalu mengapa tak ada penulis kontemporer sekarang yang bisa seperti para pendahulunya dengan semacam janji keabadian itu?

Hari-hari ini buku dan karya sastra bukanlah paspor menuju keabadian melainkan budak-budak kekinian—kedisinian—mereka yang menulis buku telah dilengserkan dari derajat kemagiasan di mana dulu mereka dimahkotai gelar kenabian. Pengarang dan bukunya sekarang tak ubahnya dengan masyarakat kota yang dibekukan, di mana masyarakat dididik dalam sebuah pabrik dan keluar sebagai produk instan lagi prematur. Sastra seolah-olah telah dijadikan sama dengan produk sabun mandi atau sikat gigi sebagai produk industrial yang di pabrik untuk menghasilkan satu prodak yang instan, dan nyaris seragam.

Narsisme dan individualisme yang pada tahapan selanjutnya telah menggeser dan menghapuskan kesenangan seorang pengarang akan masa lalu dan keasyikan mereka terhadap imajinasi dan ramalan masa depan. Sastra kemudian diprovokasi oleh nafsu yang terburu-buru sebab tuntutan yang serba cepat dan harus terpenuhi sekarang dan di sini. Masyarakat pasar yang kelewat konsumtif; yang tak mau menunggu untuk dipuaskan, tak tahan dengan kegelisahan dan gejolak untuk menunggu pencarian makna. Muncullah para penulis bintang dari jagad hiburan super klangenan yang tak terelakan telah dibesarkan oleh anak kandung kapitalisme pasar—televisi—yang telah berhasil menjejalkan kepada kita humor, sentimen, seks, emosi, yang kita butuhkan untuk mengatasi rasa bosan hidup di kolong langit ini.

***
Di tengah situasi semcam itu, masih adakah tempat untuk puisi? Dalam jagad puisi, bahasa sesungguhnya menjadi sebuah wilayah, sebuah daerah. Ia terjaga. Seperti entitas yang selamanya tidak berubah lagi. Di sana, bahasa menandakan suatu waktu, suatu masa, keadaan. Di sana, bahasa menyatakan penggunanya, pemakainya. Penggunanya kali ini seorang penyair, Sabiq Carebesth. Pilihan katanya dalam buku kumpulan sajak “Memoar Kehilangan” ini, juga diksi dalam puisi-puisinya, menandakan bahasa sebagai sebuah waktu. Waktu yang dibekukan dalam bahasa dan bahasa yang dibekukan dalam waktu dengan tujuan menempuh jalan kegilaan untuk melawan situasi yang serba kini, di sini, melawan kenyataan yang didangkalkan dan produk budaya yang mengalami degradasi akibat pasar seperti apa digambarkan Vargas Llosa di atas.

Puisi-puisi Sabiq dalam kumpulan ini, walau rata-rata ditulis tahun 2010 dan 2011. Tetapi 2010 dan 2011 bukan lagi menandakan realitas bahasa. Dalam bahasa yang digunakan Sabiq, 2010 dan 2011 hanya sebagai dokumen waktu. Bukan waktu sebagai kehidupan yang menahan kita di dalamnya. Realitas ini sama seperti seseorang yang kehidupan internalnya ditandai oleh produk-produk, ungkapan, rasa bahasa maupun perspektif-perspektifnya yang semuanya datang dari masa yang sama. Namun realitas internal ini berada dalam realitas ekstenal yang seluruhnya datang dari masa yang lain. Sebuah gerhana realitas dan gerhana waktu sekaligus.

Gerhana waktu yang membuat puisi-puisi Sabiq seperti sebuah perjalanan tidak untuk menempuh perjalanan itu sendiri, tetapi justru untuk berada dalam kendaraan yang mengangkutnya, yaitu bahasa: pujalah di dinding sepimu. Dalam kendaraan ini (dinding sepimu), kita kemudian bertemu dengan banyak hal dari berbagai perjalanan yang sudah berlangsung, pertemuan-pertemuan maupun perpisahan-perpisahan yang sudah sudah terjadi. Tetapi dalam kendaraan ini pula kita bertemu dengan kehilangan yang terus berlangsung, terus-menerus, di tengah banyak hal yang sudah terjadi. Dia yang kemudian melepaskan batas-batas ontologis untuk menghadirkan tatanan waktu yang dibawa oleh puisi. Mungkin inilah cara Sabiq untuk melawan sekaligus menciptakan ruang alternatif.

Afrizal Malna dalam pengantarnya untuk buku sajak “Memoar Kehilangan” ini menyebut beberapa pilihan kata dalam puisi Sabiq seperti: kanvas jiwaku, semesta, kalbu, mahkota, senandung, seruling, nun muram, di bibir nasib, sulam kelambu merupakan diksi yang membuat bahasa berhenti di suatu waktu atau suatu masa. Ungkapan kanvas jiwaku mengandaikan sebuah masa dimana seniman pelukis masih menempatkan roh sebagai pencitraan terhadap seni lukis yang hidup, “jiwa yang terlihat” dalam pengertian S. Sudjojono (jiwa ketok).

Hubungan antara manusia atau seorang seniman dengan media dan peralatan masih berada dalam hubungan langsung, berada dalam pesona yang memenuhi dirinya. Hubungan ini di masa kini kian menjadi hubungan materialistis atau fungsional. Perubahan ini berlangsung bersama dengan menghilangnya diksi kalbu yang hampir tak pernah lagi digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Dunia kalbu, suara hati yang pernah romantik itu, tenggelam bersama berbagai perubahan yang melandanya. Ketika kenangan berhenti, dan waktu terus bergerak, sejarah terus berubah, kenangan kemudian menempuh jalannya sendiri, menempuh pencariannya sendiri. Konsistensi seperti ini bagi Sabiq, dan saya menyetujuinya, adalah jalan kegilaan yang memang harus dilakukan. Karena kenangan tidak sama dengan rapuhnya bahasa yang ikut berubah bersama dengan perubahan sosial-politik. Dalam hal ini, kita tidak bisa berharap memperlakukan bahasa sebagai bagian dari infrastruktur sejarah.

Menahan bahasa untuk berhenti pada batas waktu tertentu, dalam hal ini signifikan untuk melawan perubahan yang kian menghancurkan kualitas hidup maupun imajinasi sosoial kita bersama. Interior puisi seperti yang dilakukan Sabiq dalam puisi-puisinya ini, pada satu sisi seperti melawan proses destabilisasi bahasa yang berlangsung terus-menerus sejak pemerintahan Orde Baru. Bahasa menjadi bagian dari mode yang terus berubah bersama dengan perubahan kekuasaan, pergeseran modal dan pasar, maupun perubahan gaya hidup. Sabiq menyebutnya sebagai “metafora waktu”, sebagaimana dengan salah satu judul puisinya: Aku terlempar pada bayangan hampa. Dari metafora kecantikan setubuh masa. Waktu sebagai dokumen beralih menjadi waktu sebagai memori. Memori yang terlempar, tersingkirkan. Bayangan di sini menjadi penting sebagai perayaan atas memori yang terlempar itu. Bahasa yang dihentikan atau terhentikan dari perjalanan perubahannya, dalam puisi Sabiq menjadi sebuah entitas dimana kita bisa menyimpan kepercayaan-kepercayaan kita, sejarah identitas, dalam peralihan waktu seperti ini. Selamat Membaca.***
oleh Sabrina Puisi Mubarak, Peresensi adalah penikmat sastra dan filsafat, tinggal dan bekerja di Jakarta.

Misteri Seni atau Sejarah Seni? oleh Helena Spanjaard



SEJAK pembukaan Museum OHD di Magelang (5 April 2012) muncul beberapa reaksi yang beredar di dunia seni rupa Indonesia. Reaksi-reaksi ini kemudian menggiring pada diselenggarakannya Fine Art Round Table Discussion di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta (24 Mei 2012). Sebagai seorang sejarawan seni yang telah lama meneliti seni rupa modern dan kontemporer Indonesia, saya ingin berkontribusi ke dalam diskusi ini dengan berbagi pendapat saya kepada kalian.

Sebuah kesenangan luar biasa bagi saya karena dapat menghadiri pembukaan Museum OHD ke-3 di Magelang. Karena saya menginap selama beberapa hari di sana, saya mendapatkan kesempatan baik untuk mengunjungi museum dan mempelajari lukisan kelima maestro ini: Affandi, Sudjojono, Hendra, Widayat dan Soedibio.

Pertama kalinya saya melihat karya yang secara tak terduga berkualitas begitu tinggi dengan konten yang begitu unik betul-betul membuat saya tercengang. Sungguh sebuah perjamuan untuk mata dan jiwa. Karya-karya ini memperkaya pengetahuan saya dengan informasi baru yang dibawanya. Pameran ini memberikan arti baru pada pentingnya peranan para pelukis tersebut dalam sejarah seni rupa Indonesia.

Sehari sebelum pembukaan, dr. Oei memandu satu grup jurnalis mengelilingi koleksinya. Dengan ke-khas-an antuasiasmenya yang menginspirasi, ia menjelaskan latar belakang tiap pelukis dan karya-karya mereka. Hari pembukaan keesokan harinya sangat ramai dan menggembirakan. Akhirnya kita dapat melihat hasil dari persiapan bertahun-tahun. Di samping kekayaan isi dari pameran dalam museum, perhatian besar juga telah ditujukan untuk bagian eksterior gedung. Beberapa seniman telah diminta membuat karya seni untuk memperkuat citra yang ingin ditampilkan bangunan ini: sebuah museum yang mendukung seni rupa modern dan kontemporer Indonesia. Relief patung besar di bagian depan dan beberapa karya seni di pintu masuk berfungsi sebagai pengantar bagi para pengunjung. Lantai halaman di pintu masuk museum dibagi menjadi kotak-kotak kecil, tiap kotak digarap oleh seniman yang berbeda. Karya seni ini menunjukkan kerjasama baik yang telah dibangun antara para seniman dan dr. Oei.

Sehari setelah pembukaan, acara diskusi berlangsung di Magelang. Topiknya dibagi dalam dua sesi. Sesi 1: Mengusung seni rupa Indonesia sebagai koleksi museum internasional: isu, tantangan, strategi. (Panelis: Kwok Kian Chow, Pearl Lam, Oei Hong Djien dan Helena Spanjaard, moderator Patricia Chen). Sesi 2: Memetakan seni rupa Indonesia untuk perkembangannya di pasar internasional: isu, tantangan, dan strategi. (Panelis: Pearl Lam, Magnus Renfrew dan Lorenzo Rudolf, moderator Patricia Chen).

Selama sesi pertama, disebutkan oleh para panelis bahwa beberapa topik berikut telah menghambat pemasaran seni rupa Indonesia di luar negeri: kurangnya museum publik representatif di Indonesia, kurangnya pameran regular di luar negeri, kurangnya publikasi dan pelatihan tentang sejarah seni rupa, dan kurangnya seniman yang tinggal di luar negeri.

Pada sesi kedua, infrastuktur galeri/ balai lelang/ pedagang seni dibahas. Panelis menekankan fakta bahwa harga suatu karya harus “nyata”, yang artinya seorang seniman harus mendapatkan tempatnya di pasar seni rupa dengan proses yang bertahap, dilindungi oleh pemasaran yang dilakukan oleh galeri yang sudah mapan. Untuk saya, diskusi ini sangatlah spesial, karena jarang terjadi di Indonesia bahwa ahli-ahli seni rupa asing dapat menyuarakan pendapat mereka. Kritik mereka sesungguhnya hanya dimaksudkan untuk membantu memasarkan seni rupa modern Indonesia ke luar negeri, seperti yang telah disampaikan oleh moderator acara ini pada kata pengantar yang disampaikannya.

Gambaran singkat mengenai acara pembukaan Museum OHD di Magelang menjadi pengantar saya untuk menuju pada pembahasan surat ini (Misteri Seni atau Sejarah Seni?), dan saya akan kembali pada kesimpulan diskusi panel di Magelang pada akhir surat saya.

Isu Otentisitas dan Peran Sejarah Seni Rupa

Segera setelah pembukaan Museum OHD, berbagai pertanyaan muncul sehubungan dengan autentisitas beberapa karya seni dalam pameran. Awalnya pertanyaan-pertanyaan ini anonim, tapi kemudian si pemrakarsa menunjukkan identitasnya. Karena saya masih berada di Indonesia saat itu, saya berkesempatan mengikuti kejadian ini, yang menggiring pada diselenggarakannya acara “Fine Art Round Table Discussion: Indonesian Modern Paintings” oleh Sarasvati Art Management pada 24 Mei 2012.

Pada tanggal tersebut, saya sudah kembali ke Belanda, tetapi resume diskusinya telah turut dikirimkan ke saya sehingga saya dapat membaca kesimpulannya sejauh ini.

Satu hal yang mengesankan untuk saya adalah kenyataan bahwa pada seluruh diskusi ini (sebuah inisiatif berarti dari dr. Oei dan peserta panel), beberapa orang tampaknya sadar akan pentingnya sebuah mata rantai yang terputus di Indonesia: tidak adanya fakultas sejarah seni rupa di tingkat universitas. Sebagai seorang sejarawan professional, saya ingin berkomentar tentang keganjilan situasi ini. Pertama, saya hendak mengutip beberapa kalimat dari Goenawan Mohamad yang dapat dibaca di resume yang dikirim oleh Sarasvati:

“Terlepas dari keributan soal isu lukisan palsu, dalam forum diskusi muncul sejumlah gagasan penting untuk membangun seni rupa Indonesia ke depan. Budayawan Goenawan Mohamad menyatakan, kisruh isu lukisan palsu ini muncul karena dunia seni rupa Indonesia tidak memiliki lembaga kritik yang sehat. “Juga tidak banyak jurnal yang menampung kritik,” ujarnya. “Kalau kedua hal ini ada, tentu kritik yang ada tidak akan menjadi liar, tapi lebih sistematis.”

Sekarang izinkan saya untuk memberikan analisa singkat mengenai dunia seni rupa Indonesia dibandingkan dengan dunia seni rupa internasional (terutama Belanda). Siapapun (di Indonesia maupun negara luar) yang hendak membuktikan bahwa sebuah lukisan itu palsu memerlukan kriteria standar tertentu yang berdasar pada penelitian. Di Eropa, dasar ini pertama-tama disediakan oleh badan substansial berupa museum yang didukung oleh pemerintah. Di museum-museum, karya seni dari berbagai periode berbeda ditampilkan. Mereka ditampilkan sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah „kanon‟ (karya seni paling berharga yang terpilih, dibuat oleh para spesialis, paling benilai dalam arti kultural, bukan karena nilai finansialnya!) untuk masyarakat umum. Karya seni di museum mempunyai beberapa fungsi: mereka memberikan pandangan tentang sejarah nasional dan lokal sebuah negara, mereka menjadi latar belakang bersama sebuah masyarakat, dan dalam hal karya seni dari budaya dan periode lain: karya seni ini memperluas cakrawala pengunjung untuk belajar tentang budaya dan periode dari asal yang berbeda. Fungsi terpenting dari museum adalah fungsi edukatif, tetapi karya seni yang ditampilkan juga menyediakan kriteria standar, yang mana dengan demikian sejarawan seni dapat memulai penelitian mereka.

Dunia seni rupa di Eropa dibagi ke dalam beberapa bidang, pemerintah dan swasta. Di samping beberapa museum pemerintah mapan, terdapat juga museum swasta dan galeri seni yang menampilkan seni rupa untuk khalayak umum. Beberapa balai lelang yang dihormati menyediakan tempat di mana karya seni dijual. Kolektor pribadi ada, dan menjadi semakin penting dalam krisis ekonomi ini, tetapi mereka tidak memainkan peran domininan dalam dunia seni rupa.

Dimulai dari abad ke-19, universitas mendirikan departemen sejarah seni rupa. Pada fakultas akademis ini, karya seni dipelajari dan dijelaskan dalam buku dan majalah khusus. Publikasi ini dapat ditemukan di universitas, museum, dan perpustakaan umum. Beberapa sejarawan seni mempersembahkan seluruh hidup mereka untuk penelitian akademis, di samping aktivitas dasar mereka: mengajar. Kurator museum, pameran atau art fair internasional pada umumnya memiliki gelar di bidang sejarah seni, dan ini juga berlaku sama bagi kritikus seni yang menulis di surat kabar dan majalah.

Jika ada pertanyaan muncul mengenai autentisitas sebuah karya seni, sejarawan akan diminta untuk berpendapat, berdasarkan penelitian independen. Independen berarti bahwa keterlibatan sejarawan seni ini tidak berhubungan dengan individu atau institusi tertentu yang bertanya kepada mereka. Sejarawan seni mengimplementasikan metodologi sejarah seni rupa tepat yang telah mereka pelajari, dan jika ini tidak cukup, ahli-ahli lain akan dilibatkan, seperti penelitian laboratorium, atau pendapat kedua dari spesialis lain di bidang ini: misalnya restorator, dll, dll.

Sekarang mari kita kembali pada dunia seni rupa Indonesia. Museum Seni Rupa Modern nasional yang secara permanen mempertunjukkan seleksi karya seni historis oleh seniman-seniman terbaik belumlah ada. Maka karena itu, tidak ada tolak ukur standar untuk memperbandingkan lukisan. Contoh terbaik dari seni rupa Indonesia tersembunyikan dari mata publik karena mereka telah menjadi milik kolektor pribadi. Maka inisitatif pribadi manapun yang bersedia membukakan pintu mereka untuk masyarakat umum sangatlah berharga.

Sama seperti dunia seni rupa Eropa yang dibagi menjadi sektor pemerintah dan swasta, dunia seni rupa Indonesia pun demikian; namun dengan beberapa perbedaan penting. Institusi seni pemerintah masih harus dikembangkan (museum, fakultas sejarah seni, pusat dokumentasi). Dengan demikian, sektor swasta mendominasi sektor pemerintah. Balai lelang dan galeri memenuhi ruang kosong dari sektor pemerintah. Mengenai studi akademis seni rupa modern, situasinya tidak seimbang. Kebanyakan penulis mengenai seni rupa adalah seniman, atau jurnalis. Tidak ada yang salah mengenai seniman atau jurnalis yang menulis tentang seni rupa, asalkan ditampilkan juga sejumlah publikasi yang dilakukan oleh sejarawan seni rupa terlatih. Tetapi tidak demikian kenyataannya. Karena tidak ada fakultas sejarah seni di Indonesia, saya tidak bisa menyalahkan siapapun untuk situasi seperti ini, dan tentunya saya menghormati kritikus seni rupa Indonesia yang telah ke luar negeri untuk belajar di sana.

Apa Akibat dari Situasi Ini?

Di Indonesia ada ratusan seniman yang didukung oleh kolektor pribadi. Pembelian lukisan seringkali berlangsung melalui perantara seperti balai lelang, walaupun saat senimannya masih hidup. Jumlah galeri seni rupa yang dikenal secara internasional sangat terbatas. Kurator pameran (yang biasanya juga adalah penulis dari katalog) pada umumnya terhubung kepada sponsor pribadi, karena tidak adanya dukungan dari pemerintah.

Bagaimana mungkin kita mengharapkan penilaian obyektif dari sebuah karya seni pada situasi yang seperti ini? Untuk mengembangkan pendapat independen, diperlukan adanya pilar ketiga setelah dunia jual-beli. Di Eropa, pilar ini disediakan oleh sejarawan seni rupa yang pada dasarnya berperan untuk melakukan penelitian dan pengajaran. Dokumentasi dari karya seni di insititusi-institusi dibuat berdasarkan pengetahuan mereka (keahlian, bukan kecaman!). Umumnya, pekerjaan penelitian sejarawan seni bukanlah sesuatu yang menyenangkan; ini adalah bagian dari penelitian sejarah yang mana sumber literatur memainkan peranan yang sangat penting. Dibutuhkan waktu dan kesabaran yang luar biasa untuk mengunjungi museum, perpustakaan, pusat arsip, keluarga pelukis, dll. Di Eropa, infrastuktur dunia seni rupa pada hakikatnya didasarkan pada penelitian mereka, sebuah penelitian yang diperuntukkan untuk masyarakat umum, untuk membuka sebuah dunia seni rupa bagi siapapun yang tertarik. Kesenian masih dipercaya memberikan sesuatu yang lebih pada kemanusiaan, sesuatu yang lebih dari sekadar nilai finansial sebuah karya seni.

Kurangnya kriteria standar yang layak di Indonesia, (museum pemerintah di mana kita bisa melihat contoh terbaik dari para pelukis penting, pusat dokumentasi di tingkat akademis) menciptakan ruang hampa berbahaya yang mana produksi lukisan palsu masuk dengan begitu pas-nya. Siapa yang dapat memutuskan mana yang palsu dan mana yang asli ketika tidak ada tolak ukur yang dapat diambil?

Kesimpulan

Selama diskusi di Magelang (6 April 2012), anggota panel menyuarakan hambatan jelas bagi pemasaran seni rupa Indonesia di luar negeri: kurangnya museum, kurangnya pameran di luar negeri, kurangnya publikasi profesional dan pelatihan di bidang sejarah seni. Pendapat mereka mencerminkan pengalaman pribadi saya sendiri sebagai peneliti yang sudah lama meneliti seni rupa modern dan kontemporer Indonesia.

Barangkali ini adalah saat bagi dunia seni rupa Indonesia untuk berefleksi pada kekosongan infrastruktur ini. Dunia seni rupa Indonesia terlalu terobsesi pada transaksi jual-beli. Di mana letaknya aspek edukasi? Mengapa menghabiskan begitu banyak uang untuk membeli sebuah lukisan dan tidak menginvestasikannya ke dalam dokumentasi, preservasi dan penelitian karya seni? Jika Indonesia hendak mempromosikan kekayaan seni rupa modern dan kontemporernya ke luar negeri, tentunya ini harus dilakukan sesuai dengan standar kriteria internasional. Salah satu dari standar ini adalah institusi penelitian dan dokumentasi yang layak, sebuah institusi yang juga dapat berfungsi sebagai jembatan bagi dunia seni internasional.

Maka, marilah kita berlaku positif terhadap inisiatif yang mau memperlihatkan seni rupa Indonesia yang selama ini tak pernah terlihat, kepada khalayak umum (termasuk kepada turis). Dr. Oei telah memberikan teladan luar biasa yang patut dicontoh oleh mereka yang lain. Mengenai isu asli palsu: ini adalah masalah yang telah diciptakan oleh kekurangan dari dunia seni rupa Indonesia itu sendiri, dan perlu diselesaikan dengan cara yang profesional. Ini membutuhkan waktu dan kesediaan untuk mengakui bahwa beberapa unsur terpenting dari iklim seni rupa yang sehat masih belum terwujud.

Tanpa penelitian yang tepat dan pengetahuan, alih-alih menjadi sorotan dari Sejarah Seni Rupa Indonesia, seni rupa modern Indonesia akan tetap menjadi sebuah Misteri bagi kebanyakan orang.

Dr. Helena Spanjaard
Art Historian
University of Amsterdam

Tentang Penulis

Dr. Helena Spanjaard (1951) adalah sejarawan seni rupa asal Belanda yang tinggal di Amsterdam. Sejak 1980, ia telah aktif di bidang lukisan modern dan kontemporer Indonesia sebagai penulis, peneliti, dan kurator dari berbagai pameran (Indonesian Modern Art since 1945, De Oude Kerk, Amsterdam, 1993), (Reformasi Indonesia!, Museum Nusantara, Delft, 2000). Disertasinya, The ideal of modern Indonesian painting: the creation of a national cultural identity, 1900-1995, diterbitkan tahun 1998 oleh Universitas Leiden.

Di samping banyaknya artikel yang ia hasilkan, publikasinya juga termasuk monograf Widayat, the Magical Mysticism of a Modern Indonesian Artist (Museum H. Widayat, 1998), Modern Indonesian Painting (Sotheby‟s, 2003), Exploring Modern Indonesian Art; the Collection of Dr. Oei Hong Djien (Singapura: SNP International, 2004), Pioneers of Balinese Painting: The Rudolf Bonnet Collection (KIT Publishers, Amsterdam, 2007), Indonesian Odyssey (Equinox, 2008) dan The Dono Code (Catalogue Exhibition KIT Publishers, Amsterdam, 2009).

Seni Tattoo

Kata “tato” berasal dari kata Tahitian / Tatu, yang memilki arti : menandakan sesuatu. Rajah atau tato (Bahasa Inggris: tattoo) adalah suatu tanda yang dibuat dengan memasukkan pigmen ke dalam kulit. Dalam istilah teknis, rajah adalah implantasi pigmen mikro. Rajah dapat dibuat terhadap kulit manusia atau hewan. Rajah pada manusia adalah suatu bentuk modifikasi tubuh, sementara rajah pada hewan umumnya digunakan sebagai identifikasi.
Rajah merupakan praktik yang ditemukan hampir di semua tempat dengan fungsi sesuai dengan adat setempat. Rajah dahulu sering dipakai oleh kalangan suku-suku terasing di suatu wilayah di dunia sebagai penandaan wilayah, derajat, pangkat, bahkan menandakan kesehatan seseorang. Rajah digunakan secara luas oleh orang-orang Polinesia, Filipina, Kalimantan, Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Mesoamerika, Eropa, Jepang, Kamboja, serta Tiongkok. Walaupun pada beberapa kalangan rajah dianggap tabu, seni rajah tetap menjadi sesuatu yang populer di dunia.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tato berarti gambar (lukisan) pada bagian (anggota) tubuh.

Kapan seni merajah tubuh/ tato mulai ada?


Seorang pria Dayak menunjukkan rajahan di dada dan perutnya. Foto dari koleksi Tropenmuseum Amsterdam.
Keberadaan merajah tubuh di dalam kebudayaan dunia sudah sangat lama ada dan dapat dijumpai di seluruh sudut dunia. Menurut sejarah, ternyata rajah tubuh sudah dilakukan sejak 3000 tahun SM (sebelum Masehi). Tato ditemukan untuk pertama kalinya pada sebuah mumi yang terdapat di Mesir. Dan konon hal itu dianggap yang menjadikan tato kemudian menyebar ke suku-suku di dunia, termasuk salah satunya suku Indian di Amerika Serikat dan Polinesia di Asia, lalu berkembang ke seluruh suku-suku dunia salah satunya suku Dayak di Kalimantan.
Tato dibuat sebagai suatu symbol atau penanda, dapat memberikan suatu kebanggaan tersendiri bagi si empunya dan simbol keberanian dari si pemilik tato. Sejak masa pertama tato dibuat juga memiliki tujuan demikian. Tato dipercaya sebagai simbol keberuntungan, status sosial, kecantikan, kedewasaan, dan harga diri.

Teknik Pembuatan Tato

Ada berbagai cara dalam pembuatan tato. Ada yang menggunakan tulang binatang sebagai jarum seperti yang dapat dijumpai pada orang-orang Eskimo, Suku Dayak dengan duri pohon jeruk, dan ada pula yang menggunakan tembaga panas untuk mencetak gambar naga di kulit seperti yang dapat ditemui di Cina. Bukannya tidak sakit dalam proses membuat tato. Sebenarnya rasa sakit pasti dialami ketika membuat tato di tubuh, namun karena nilai yang tinggi dari tato, dan harga diri yang didapatkan, maka rasa sakit itu tidak dianggap masalah.
Ada berbagai jenis dan ragam bentuk tato, tergantung dengan apa yang dipercaya oleh suku-suku bersangkutan, dan di setiap daerah umumnya memiliki persepsi yang berbeda-beda tentang tato, meski pada prinsipnya hampir sama.

Tato di Beberapa Daerah

Di Borneo (Kalimantan), penduduk asli wanita disana menganggap bahwa tato merupakan sebuah simbol yang menunjukkan keahlian khusus.
Di Cina, pada masa zaman Dinasti Ming (kurang lebih 350 tahun yang lalu), wanita dari Suku Drung membuat tato di wajah dan pantatnya untuk sebagai tanda bagi keturunan yang baik.
Di Indian, melukis tubuh/ body painting dan mengukir kulit, dilakukan untuk mempercantik (sebagai tujuan estetika) dan menunjukkan status sosial.
Suku Mentawai memandang tato sebagai suatu hal yang sakral dan berfungsi sebagai simbol keseimbangan alam.

Buat kalangan tertentu, seni merajah tubuh (tato) memang masih dianggap tabu. Di mata mereka, tato dipandang bercitra buruk, sarat kekerasan dan cenderung dekat dengan dunia kejahatan. Namun seiring dengan perkembangan zaman, kini tato juga dipandang bagian dari ‘produk’ kecantikan. Kaum penggemarnya pun makin meluas hingga ke kalangan selebriti, olahragawan, eksekutif muda, remaja, dan ibu-ibu rumah tangga. Terutama bagi kalangan remaja, perkembangannya begitu pesat. 

Pada masyarakat Indocina seperti Thailand, Kamboja dan Burma, tato mempunyai kemiripan pola desain layaknya pemahatan dan penyisiran pada tubuh. Desain rata-rata berbentuk titik-titikyang membentuk garis memanjang berpola sejajar, spiral, dan vertical, berwarna mokromatik, yakni gambar naga, burung dan singa. Mereka meyakini mampu menambahkan keelokan tubuh mereka dan memiliki kemampuan luar biasa.

Kalau dahulu tato identik dengan hal-hal yang berbau preman, kini seiring perkembangan zaman mulai dihargai sebagai suatu bentuk karya seni yang bisa diterima kalangan yang lebih banyak daripada sebelumnya. Masyarakat cenderung menilai tato dari penggambaraan negatif di televisi.Menurut pecinta tato,ini adalah simbol kebebasan berekspresi dan seni.Hmm...menurut anda?

Rockotor Fest, Kebangkitan Grunge Indonesia

Mungkin bukan cuma kami, kaum grunge yang merasa bahagia, merasa berharga diri. Penantian kami untuk melantangkan GRUNGE di wajah musik tanah air, akhirnya Insyaallah bisa terwujud. Setelah sekian lama kami terkungkung arus dan industri, setelah sekian lama kami "terisolasi", setelah sekian lama kami seakan "berbicara tanpa suara", akhir tahun ini publik akan segera tahu, sadar dan membuka mata mereka bahwa kami punya kekuatan, sangat besar, untuk membawa kembali kiblat kami ke permukaan.

Iya, GRUNGE STRIKES BACK!!!Tajuk acara yang Insyaallah memayungi ROCKOTOR FESTIVAL 2013. Untuk pertama kalinya, ribuan kaum kucel, people grungy, musisi grunge Indonesia, itu kami, akan berkumpul di Jakarta pada Februari 2013 untuk menyatukan visi, semangat, idealisme dan kekuatan musik kami. Untuk menunjukkan betapa dahsyatnya ketika kami bangkit dari tidur lama kami, untuk memperlihatkan bahwa kami telah terjaga, bahwa kami telah tersentak, bahwa kami telah kembali, bahwa kami tidak pernah mati!!!

ROCKOTOR FEST  2013, JAKARTA

Festival musik grunge sebagai main event, akan disempurnakan dengan berbagai acara lain. Bukan tidak mungkin pesohor mainstream tanah air yang ter-influence dengan Grunge akan hadir bersama kita.
Ipank, Ariel NOAH, Piyu PADI, Master Ahmad Dhani, dan yang lain, akan melengkapi kehadiran CUPUMANIK, NAVICULA, BESOK BUBAR, BOCAH PENOLONG, TOILET SOUND, ataupun KONSPIRASI. Sebagai perintis pembuka jalan kebangkitan Grunge tanah air, attitude, loyalitas, dan semangat mereka akan menular kepada kami, meracuni kami untuk mengikuti mereka. Tidak harus kucel, tidak harus urakan, tidak harus hancur - hancuran untuk menancapkan kembali Grunge sebagai salah satu komunitas musik terbesar di Indonesia.
Untuk diingat, mereka adalah perintis, akan tetapi PELAKU nya tetap adalah kita, kaum kucel, kaum grunge, kita sendiri. Mari kita sisipkan prinsip kebersamaan, kita berikan perhatian, kita tuangkan ide,kita lakukan apa yang bisa kita perbuat untuk Grunge, apa yang bisa kita pertaruhkan untuk menyatukan semangat kita lagi!

Teman - teman silakan simak riff "OH ME" dari Album Unplugged-nya Nirvana :

If I had to lose a mile
If I had to touch feelings
I would lose my soul
The way I do

I don't have to think
I only have to do it
The results are always perfect
And that's old news

Would you like to hear my voice
Sprinkled with emotion
Invented at your birth?

I can't see the end of me
My whole expanse I cannot see
I formulate infinity
Stored deep inside me

If I had to lose a mile
If I had to touch feelings
I would lose my soul
The way I do

I don't have to think
I only have to do it
The results are always perfect
And that's old news

Would you like to hear my voice
Sprinkled with emotion
Invented at your birth?

I can't see the end of me
My whole expanse I cannot see

I formulate infinity
Stored deep inside me

Memang, bukan Kurt yang menciptakan lagu ini, tapi dia yang menyuarakan. Saya pribadi, sangat menyukai semangat yang keluar dari lagu ini. Interpretasi spiritual yang luar biasa, ilusi dari keterpisahan terhadap sisa2 dunia, infinity yang tersimpan di benak kita, bahwa kita yang menyusun persepsi kita terhadap dunia.
"I don't have to think, only have to do it", menyuarakan agar kita terpusat pada point- point dari apa yang akan kita lakukan sekarang, dimana sebuah makna yang sebenarnya sudah kita dapatkan, KEBANGKITAN GRUNGE. Kita tidak perlu berpikir lagi, kita hanya harus bertindak...

Jika teman - teman tidak mampu hadir pada saat perayaan kita, sematkan doa agar semuanya berjalan lancar. Jika teman - teman bisa hadir, tapi tidak banyak yang bisa dilakukan untuk membantu, bantulah dengan menjaga pesta kita tetap aman, bantulah dengan selalu men-suppport jika terdapat keterbatasan pada kinerja panitia, bantulah dengan melapangkan hati jika terdapat kekurangan ini itu.
Kami yakin, siapapun di belakang terlaksananya acara ini, akan memberikan yang terbaik untuk kita, untuk kaum grungy di Indonesia. Mereka tidak akan memiliki ekspektasi lebih selain untuk kepuasan kita.
Tidak banyak harapan berlebihan yang kita inginkan. Kita semua cuma ingin GRUNGE BANGKIT, membahana di penjuru tanah air, Asia. Melihat gerombolan kita selama ini, underground ataupun terang - terangan, bukan tidak mungkin, kita adalah kekuatan grunge yang mahadahsyat di dunia saat ini...

KAMI TIDAK PERNAH MATI...!!!!


NOAH ukir rekor

Sebuah rekor telah diukir oleh NOAH, yang beranggota Ariel (vokal), Uki (gitar), Lukman (gitar), David (keyboard), dan Reza (drum), dalam perjalanan karier mereka di industri musik Indonesia. Band yang dulu bernama Peterpan itu berhasil manggung di lima negara di dua benua dalam waktu satu hari.
Berdasarkan lembar fakta yang dirilis oleh promotor kegiatan tersebut, Berlian Entertainment, NOAH memulai tur Born to Make History Concert di The Hi Fi, Melbourne (Australia), Sabtu (15/9/2012) pukul 23.40 waktu setempat. Tak kurang dari 400 kepala menjadi saksi pertunjukan sekaligus peluncuran Seperti Seharusnya, album baru NOAH, itu. Di kota tersebut, sebagaimana di Hong Kong, Kuala Lumpur, dan Singapura, NOAH menyajikan lima lagu. 
Dari Australia, Ariel dan kawan-kawan langsung bertolak ke Asia. Pertunjukan mereka di Asia dimulai di Hong Kong Convention Centre pukul 10.30 waktu setempat dan menggoyang kira-kira 3.000 orang yang hadir sekaligus mengobati kerinduan para sahabat NOAH yang berada di sana.
NOAH kemudian melanjutkan tur mereka ke Kuala Lumpur, Malaysia. Mereka tampil di KL Live pada pukul 17.30 waktu setempat. Tidak kurang dari 1.500 orang terhibur oleh mereka. Vokalis pop Rossa, sesama artis musik yang dikontrak oleh perusahaan rekaman Musica Studios, mendukung mereka dengan terbang ke Kuala Lumpur dan menonton pertunjukan itu. 
Setelahnya, di Singapura NOAH membuat kira-kira 400 orang yang memadati TAB Orchid Hotel pada pukul 20.00 waktu setempat turut menyanyi dan bergoyang. Para penonton pun larut ketika NOAH menyuguhkan single baru "Separuh Aku".
Tur NOAH di lima negara di dua benua selama satu hari ditutup di Skeeno Hall, Gandaria City, Jakarta. Minggu (16/92012), mulai pukul 22.30 WIB, pertunjukan mereka dibuka oleh band Geisha. Satu jam kemudian, di hadapan Kira-kira 1.800 orang, NOAH naik ke pentas.
Sesudah beraksi selama satu jam, pada pukul 00.30 WIB atau Senin (17/9/2012) dini hari, NOAH akhirnya diganjar penghargaan Rekor Dunia Indonesia versi Museum Rekor Indonesia (MURI) setelah berhasil mengukir sejarah sebagai band pertama yang manggung di dua benua dan lima negara dalam waktu satu hari. Penghargaan dari MURI itu diserahkan kepada Ariel dan rekan-rekannya setelah NOAH menyuguhkan lagu "Topeng".
Sekaligus mewakili teman segrupnya, Ariel mengungkapkan rasa terima kasih. "Halo yang di belakang, tepatnya jam 12 lebih 10 kemarin kami berada di Melbourne. Jam 10 pagi di Hongkong, jam empat sore di Kuala Lumpur, jam tujuh-jam delapan malam kami di Singapura, dan sekarang kami sudah balik lagi. Saya dan teman-teman yang lain dengar, di Jakarta sudah siap menyambut kami. Itu adalah kekuatan yang sangat besar yang membuat kami semangat terus. Kalian luar biasa! Semuanya luar biasa. Saya dan NOAH, ada Uki, Lukman, Reza, dan David yang paling muda, cuma bisa bilang terima kasih," ujar Ariel.
Ariel juga menyampaikan terima kasih atas kesetiaan para Sahabat NOAH selama band yang dulu bernama Peterpan itu tak mengeluarkan album baru dan manggung. "Saya dari sini lihat ada banyak teman-teman yang dari dulu sampai sekarang masih ada di sini dan selalu mau bersuara di saat semuanya diam. Walaupun kami berjalan pincang selama tiga tahun kemarin, terima kasih sudah nungguin kami. Rekor ini tercipta bukan untuk kami, tapi untuk sahabat semua," pungkas Ariel.

Seni Keramik

Seni keramik di Indonesia mulai bangkit setelah sekian lama termarjinalkan. Seni keramik masih di anggap sebagai bagian dari kriya (craft), bukan termasuk dalam ranah seni rupa kontemporer Indonesia.
Dikotomi seni keramik sebagai bagian dari kriya atau seni rupa kontemporer ini, menurut perupa Asmudjo Jono Irianto, terlihat dari sistem pengategorian pendidikan tinggi seni rupa di Indonesia. Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dan Institut Kesenian Jakarta, misalnya, menempatkan minat utama keramik di bawah jurusan kriya. Sementara di Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung minat keramik ditempatkan di bawah program studi seni rupa (dulu seni murni) dan program studi kriya. 

”Dikotomi itu terjadi merunut jejak sejarah keramik di dunia Barat,” kata Asmudjo, kurator pada ”Pameran Seni Keramik Kontemporer Indonesia: Progress Report” di Museum Seni Rupa dan Keramik, Jakarta Pusat. Pameran yang diselenggarakan pada 19 Mei - 3 Juni ini merupakan rangkaian kegiatan Hari Museum Dunia 2012. 

Marjinalisasi seni keramik, kata Asmudjo, sebenarnya juga tak lepas dari konstruksi identitas yang ingin di bentuk perupanya. Pekeramik lulusan jurusan kriya lebih suka menyebut hasil karya mereka sebagai seni kriya yang mengacu pada hiasan dan fungsi dari karya yang dihasilkan. Padahal, sebenarnya karya mereka merupakan ekspresi personal pembuatnya. 

Dalam pameran tersebut, ditampilkan 31 pekeramik dari berbagai latar belakang, mulai dari lulusan pendidikan tinggi seni rupa, lulusan kursus keramik, hingga mereka yang memiliki studio keramik.
Di Jakarta, sosok legendaris dunia keramik adalah Liem Keng Sien. Seniman keramik ini sejak tahun 1980-an telah membuka kursus keramik. Anak didiknya sekarang mampu bertahan sebagai seniman keramik. Karya - karya yang ditampilkan para seniman keramik jebolan kursus ini, di tilik dari gagasannya, tidak kalah dengan para seniman lulusan pendidikan seni.

Karya seni kreatif

Gila sekaligus kreatif adalah sebutan yang pantas bagi orang-orang ini. Mereka membuat sebuah seni ukir yang super sulit karena menggunakan media yang super luar biasa dan luar nalar manusia. Berikut uniknya.com menyajikan 5 karya seni ukiran kreatif yang Tidak Biasa:
1. Seni Mengukir di Ujung Pensil
Benar-benar kreatif dan gila itulah sebutan yang pantas untuk Dalton Ghetti. Pria yang berumur 26 tahun ini sanggup mengukir berbagai ukiran seperti meja, sepatu, diukir di ujung pensil. Teknik yang dia gunakan cukup hanya menggunakan silet, jarum jahit dan pisau patung. Hasil karyanya pun tidak dijual karena hasil karyanya sebatas hobi saja. Tapi dia sangat senang kalau suatu saat seorang pemilik galeri di Inggris mau mengundangnya untuk menampilkan karyanya.

2. Seni Mengukir pada Crayon
Beginilah kalau orang memiliki kreatifitas tinggi. Pria kelahiran Vietnam yang tinggal di Amerika ini menciptakan sebuah seni ukir baru di sebuah crayon. Pria yang bernama Diem Chau ini bahkan mempunyai museum terkenal di amerika.

3. Seni Ukiran pada Biji Kopi
Tak disangka sebuah biji kopi bisa menjadi karya seni ukir yang begitu cantik dan unik. Ide seni ukir dari biji kopi ini dibuat oleh Willard Wigan, seorang pengukir terkenal di inggris. Dia bahkan dapat menciptakan ukiran wajah Ratu Elizabeth hanya dengan kopi yang berukuran 2 milimeter. Benar-benar butuh keuletan dan ketelitian yang tinggi.

4. Seni Ukiran pada Batang Korek Api
Namanya Javier Gobai. Ia adalah seniman yang ahli dalam seni ukiran pada batang korek api. Dia menggunakan teknik khusus untuk membuat sebuah karya yang memukau pada sebuah batang korek api yang biasa-biasa saja menjadi sebuah karya seni yang berwarna-warni dan unik.

5. Seni Ukiran pada Biji beras
Mykola Syadristy adalah seorang seniman yang sanggup membuat sebuah seni ukir di sebuah biji beras. Coba anda bayangkan seberapa kecil biji beras itu! Tapi ketidak mungkinan itu ditepisnya. Dia dapat membuat seni ukir dari beras yang indah. Dia bisa mengukir wanita dan perahu di atas sebuah biji beras.  Benar-benar Hebat.

Desain Grafis

Desain grafis adalah suatu bentuk komunikasi visual yang menggunakan gambar untuk menyampaikan informasi atau pesan seefektif mungkin. Dalam disain grafis, teks juga dianggap gambar karena merupakan hasil abstraksi simbol-simbol yang bisa dibunyikan. disain grafis diterapkan dalam disain komunikasi dan fine art. Seperti jenis disain lainnya, disain grafis dapat merujuk kepada proses pembuatan, metoda merancang, produk yang dihasilkan (rancangan), atau pun disiplin ilmu yang digunakan (disain).
Seni disain grafis mencakup kemampuan kognitif dan keterampilan visual, termasuk di dalamnya tipografi, ilustrasi, fotografi, pengolahan gambar, dan tata letak.

Batasan Media

Desain grafis pada awalnya diterapkan untuk media-media statis, seperti buku, majalah, dan brosur. Sebagai tambahan, sejalan dengan perkembangan zaman, desain grafis juga diterapkan dalam media elektronik, yang sering kali disebut sebagai desain interaktif atau desain multimedia.
Batas dimensi pun telah berubah seiring perkembangan pemikiran tentang desain. Desain grafis bisa diterapkan menjadi sebuah desain lingkungan yang mencakup pengolahan ruang.

Prinsip dan unsur desain

Unsur dalam desain grafis sama seperti unsur dasar dalam disiplin desain lainnya. Unsur-unsur tersebut (termasuk shape, bentuk (form), tekstur, garis, ruang, dan warna) membentuk prinsip-prinsip dasar desain visual. Prinsip-prinsip tersebut, seperti keseimbangan (balance), ritme (rhythm), tekanan (emphasis), proporsi ("proportion") dan kesatuan (unity), kemudian membentuk aspek struktural komposisi yang lebih luas.

Peralatan desain grafis

Peralatan yang digunakan oleh desainer grafis adalah ide, akal, mata, tangan, alat gambar tangan, dan komputer. Sebuah konsep atau ide biasanya tidak dianggap sebagai sebuah desain sebelum direalisasikan atau dinyatakan dalam bentuk visual.
Pada pertengahan 1980, kedatangan desktop publishing serta pengenalan sejumlah aplikasi perangkat lunak grafis memperkenalkan satu generasi desainer pada manipulasi image dengan komputer dan penciptaan image 3D yang sebelumnya adalah merupakan kerja yang susah payah. Desain grafis dengan komputer memungkinkan perancang untuk melihat hasil dari tata letak atau perubahan tipografi dengan seketika tanpa menggunakan tinta atau pena, atau untuk mensimulasikan efek dari media tradisional tanpa perlu menuntut banyak ruang.
Seorang perancang grafis menggunakan sketsa untuk mengeksplorasi ide-ide yang kompleks secara cepat, dan selanjutnya ia memiliki kebebasan untuk memilih alat untuk menyelesaikannya, dengan tangan atau komputer.

Daftar Software Desain Grafis

Ada beberapa software yang digunakan dalam desain grafis:

Desktop publishing

  • Adobe Photoshop
  • Adobe Illustrator
  • Adobe Indesign
  • Coreldraw
  • GIMP
  • Inkscape
  • Adobe Freehand
  • Adobe image ready
  • CorelDraw
  • Adobe Page Maker

Webdesign

  • Adobe Dreamweaver
  • Microsoft Frontpage
  • Notepad
  • Adobe Photoshop

Audiovisual

  • Adobe After Effect
  • Adobe Premier
  • Final Cut
  • Adobe Flash, atau sebelumnya Macromedia Flash
  • Ulead Video Studio
  • Magic Movie Edit Pro
  • Power Director

Rendering 3 Dimensi

  • 3D StudioMax
  • Maya
  • AutoCad
  • Google SketchUp
  • Light Wave
  • Blender
  • Softimage

Teater West End

Teater West End adalah nama popular untuk kumpulan teater profesional umum di London, Inggris. Nama ini bisa juga merujuk pada pertunjukan-pertunjukan yang tampil di teater-teater besar di bilangan Theatreland di London. Bersama-sama dengan Teater Broadway di New York, Teater West End dianggap sebagai tempat teater komersial papan atas di dunia yang berbahasa Inggris. Menonton sebuah pertunjukan West End telah menjadi sebuah aktivitas umum para turis di London. 

Jumlah penonton Teater West End melebihi angka 12 juta pada tahun 2002. The Times, surat kabar Inggris, memperkirakan bahwa angka ini akan dengan mudah dilewati pada tahun 2005 dan tahun-tahun selanjutnya. Beberapa faktor yang menyebabkannya adalah hadirnya opera-opera musikal yang telah sukses seperty Billy Elliot, The Producers (musical) dan Mary Poppins, dan kehadiran para bintang film di teater ini. 

Semenjak akhir era 1990-an telah terjadi peningkatan jumlah aktor dan aktris Amerika yang mengambil peran di atas panggung teater London. Nama-nama seperti Brooke Shields, Val Kilmer, Rob Lowe dan David Schwimmer pernah menghiasi tempat tersebut. Pada tahun 2005, Ewan McGregor membuat debut pertamanya di atas panggung opera musikal di London ini dalam karya "Guys and Dolls". Kevin Spacey telah menjadi pengarah artistik Old Vic Theatre semenjak tahun 2004 dan pernah muncul beberapa kali dalam produksi karya-karyanya sendiri.

Mereka pun sudah mempersiapkan Top 10 jadwal panggung mereka sepanjang akhir 2012 sampai dengan akhir tahun depan. So..bagi anda yang kebetulan berada di London, tidak ada salahnya menyempatkan diri menyaksikan  Teater West End beraksi.

  • 1. (-) Julius Caesar sampai Sat Sep 15, Noël Coward Theatre

  • 2. (1) Matilda the Musical sampai Feb 17 2013, Cambridge Theatre

  • 3. (2) War Horse sampai Oct 26 2013, New London Theatre

  • 4. Chariots of Fire sampai Sat Nov 10, Gielgud Theatre

  • 5. Sweeney Todd sampai Sat Sep 22, Adelphi Theatre

  • 6. Billy Elliot the Musical sampai Dec 21 2013, Victoria Palace Theatre

  • 7. Jersey Boys sampai Feb 17 2013, Prince Edward Theatre

  • 8. One Man, Two Guvnors sampai Jan 12 2013, Haymarket Theatre Royal

  • 10. Singin' in the Rain sampai Feb 23 2013, Palace Theatre

 

One Direction Bakal Konser di Indonesia Tahun 2013?

DVD Konser One Direction, Up All Night, yang diputar di Blitzmegaplex, Grand Indonesia, Jakpus, Sabtu (9/6), membuat penggemarnya heboh. 15 lagu yang dibawakan mulai dari What Makes You Beatiful, I Wish, Gotta Be You dan lainnya dinyanyikan bersama-sama oleh ratusan fans fanatik mereka.

Kemampuan bernyanyi dan menari Louis, Harry, Zayn, Niall, dan Liam menyihir ratusan penonton. "Keren, pengin One Direction datang. Lihat videonya saja sudah terasa heboh. Bagaimana kalau mereka datang ke sini," ujar Dinda, salah satu peserta. Kehebohan semakin terasa ketika Sony Music Indonesia membagi-bagikan hadiah untuk penonton yang datang.

"4 pemenang hot seat mendapat merchandise khusus. 3 best dress, salah satunya yang menangkan kaos "Marry Me Liam Payne" langsung mendapat hadiah. Sementara yang lain masih harus melalui kuis dan undian," ujar Titaz, koordinator acara.
Julia berhasil mendapat limited yearbook edition One Direction karena berhasil menjawab lagu-lagu yang dinyanyikan di konser tersebut. Suha dan Saskia adalah dua orang paling beruntung yang berhak membawa standing banner One Direction. "Suka Niall, lucu orangnya," jawabnya ketika ditanya personel mana yang menjadi idolanya.

Shanaz yang pulang tanpa hadiah tidak berkecil hati. "Serasa ikut konser banget. Kita siapin merchandise juga untuk kita pakai. Kayak di konser gitu.  Aku paling suka lagu Gotta be You. Seru asyik, enak dinyanyiin, gampang dihafal. Liriknya bagus juga," ungkapnya.

Demi merayu One Direction agar mau konser di Indonesia tahun depan, mereka membuat video permintaan konser. "Kita merekam video, untuk dikirim ke mereka supaya mereka mau datang ke Indonesia. Semoga tahun depan bisa datang. Sony Music sempat bilang optimis mereka pasti mau datang setelah melihat kehebohan video kami," ujar Nina.

Seni bayangan karya Fred Ferdekens

Konsep seni bayangan ini sangat menarik, memfokuskan pada dinding memanipulasi cahaya yang masuk menjadi sebuah huruf dan kata. Karya ini diciptakan oleh seniman asal Belgia bernama Fred Eerdekens. Dia mahir dalam menciptakan teks dengan sudut pandang yang sempurna.
Dalam karyanya yang lain, dia sedikit bercerita tentang estetika yang digunakan dalam media kawat yang diputar sedemikian rupa atau dengan bola dan kapas yang digambarkan dengan alam semesta.

Memang sederhana, namun tingkat kerumitan difikirkan secara cepat dan natural, dan tidak semua orang mampu terinspirasi sebesar ini. Eerdekens mampu mengubahnya menjadi irama dalam penempatan yang strategis menjadi sebuah kata dan gambar inovatif. 

Gravity

Grafiti (juga dieja graffity atau graffiti) adalah coretan-coretan pada dinding yang menggunakan komposisi warna, garis, bentuk, dan volume untuk menuliskan kata, simbol, atau kalimat tertentu. Alat yang digunakan pada masa kini biasanya cat semprot kaleng. Sebelum cat semprot tersedia, grafiti umumnya dibuat dengan sapuan cat menggunakan kuas atau kapur.

Kebiasaan melukis di dinding bermula dari manusia primitif sebagai cara mengkomunikasikan perburuan. Pada masa ini, grafitty digunakan sebagai sarana mistisme dan spiritual untuk membangkitkan semangat berburu.
Perkembangan kesenian di zaman Mesir kuno juga memperlihatkan aktivitas melukis di dinding-dinding piramida. Lukisan ini mengkomunikasikan alam lain yang ditemui seorang pharaoh (Firaun) setelah dimumikan.
Kegiatan grafiti sebagai sarana menunjukkan ketidak puasan baru dimulai pada zaman Romawi dengan bukti adanya lukisan sindiran terhadap pemerintahan di dinding-dinding bangunan. Lukisan ini ditemukan di reruntuhan kota Pompeii. Sementara di Roma sendiri dipakai sebagai alat propaganda untuk mendiskreditkan pemeluk kristen yang pada zaman itu dilarang kaisar.

Adanya kelas-kelas sosial yang terpisah terlalu jauh menimbulkan kesulitan bagi masyarakat golongan tertentu untuk mengekspresikan kegiatan seninya. Akibatnya beberapa individu menggunakan sarana yang hampir tersedia di seluruh kota, yaitu dinding.
Pendidikan kesenian yang kurang menyebabkan objek yang sering muncul di grafiti berupa tulisan-tulisan atau sandi yang hanya dipahami golongan tertentu. Biasanya karya ini menunjukkan ketidak puasan terhadap keadaan sosial yang mereka alami.
Meskipun grafiti pada umumnya bersifat merusak dan menyebabkan tingginya biaya pemeliharaan kebersihan kota, namun grafiti tetap merupakan ekspresi seni yang harus dihargai. Ada banyak sekali seniman terkenal yang mengawali kariernya dari kegiatan grafiti. Fungsinya antara lain :
  • Bahasa rahasia kelompok tertentu.
  • Sarana ekspresi ketidak puasan terhadap keadaan sosial.
  • Sarana pemberontakan.
  • Sarana ekspresi ketakutan terhadap kondisi politik dan sosial.
Pada perkembangannya, grafiti di sekitar tahun 70-an di Amerika dan Eropa akhirnya merambah ke wilayah urban sebagai jati diri kelompok yang menjamur di perkotaan. Karena citranya yang kurang bagus, grafiti telanjur menjadi momok bagi keamanan kota. Alasannya adalah karena dianggap memprovokasi perang antar kelompok atau gang. Selain dilakukan di tembok kosong, grafiti pun sering dibuat di dinding kereta api bawah tanah.
Di Amerika Serikat sendiri, setiap negara bagian sudah memiliki peraturan sendiri untuk meredam grafiti. San Diego, California, New York telah memiliki undang-undang yang menetapkan bahwa grafiti adalah kegiatan ilegal. Untuk mengidentifikasi pola pembuatannya, grafiti pun dibagi menjadi dua jenis.

Gang grafiti

Yaitu grafiti yang berfungsi sebagai identifikasi daerah kekuasaan lewat tulisan nama gang, gang gabungan, para anggota gang, atau tulisan tentang apa yang terjadi di dalam gang itu.

Tagging graffiti

Yaitu jenis graffiti yang sering dipakai untuk ketenaran seseorang atau kelompok. Semakin banyak graffiti jenis ini bertebaran, maka makin terkenallah nama pembuatnya. Karena itu grafiti jenis ini memerlukan tagging atau tanda tangan dari pembuat atau bomber-nya. Semacam tanggung jawab karya.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More